Bisa dibilang berbelanja di era modern seperti sekarang ini menjadi hal yang sangat mudah. Sebagai pembeli kita cukup mengetik kata yang benda yang kita butuhkan di aplikasi belanja online seperti: Shopee, bukalapak, lazada, tokopedia dan lain sebagainya. Dengan begitu canggihnya situs-situs jual beli tersebut akan menawarkan barang anda berupa gambar elektronik lengkap dengan spesifikasi dan harganya.
Hal serupa juga berlaku bagi para pedagang. Mereka tidak usah lagi repot-repot pergi pagi hari ke pasar guna melapakkan barang dagangan mereka. Mereka tidak pula harus menunggu dagangan tersebut hingga ada pembeli yang datang. Pedagang sekarang cukup memasarkan barangnya lewat internet dan meninggalkan contact person mereka. Dengan kemudahan seperti ini hal-hal merepotkan yang biasa dialami oleh pedagang konvensional bisa diminimalisir.
Kecanggihan beserta kemudahan semacam hal di atas ternyata muncul tidak tanpa resiko. Banyak kasus terjadi penipuan dari transaksi dengan pola semacam itu. Mulai dari barang yang dibeli tidak sesuai pesanan pembeli atau kerugian seorang penjual yang dikarenakan tak kunjungnya ia mendapatkan transferan uang dari pembeli sedang barang sudah ia kirimkan dan lain sebagainya.
Pemaparan di atas hanyalah sebagian dari deskripsi betapa ambigunya dunia maya. Selain itu, melihat kasus di atas maka kita bisa bayangkan betapa munafiknya pelaku jual beli melalui jalur online.
Pola ambiguitas dan kemunafikan rupanya tidak selalu terkait jual beli melalui dunia maya. Keduanya merambah pada banyak hal. Seperti masifnya kepribadian ganda akun media sosial di dunia maya, hingga mungkin sendi-sendi pers, demokrasi, dan perilaku bernegara kita.
Ada banyak orang yang 180 derajat sifatnya di dunia maya berbanding terbalik dengan sifatnya di dunia nyata. Kita akan sedikit kaget ketika melihat orang yang berkepribadian lugu, pemalu, pendiam. Namun, status di media sosialnya tidak lagi seperti itu. Dia seakan menjelma atau berperan menjadi orang lain.
Akan tetapi menjadi agak baik jika seorang dengan pembawaan yang buruk di dunia nyata tampil ramah di dunia maya. Selagi keramahannya tidak membuat ulah negatif (penipuan misalnya), maka hal semacam ini bisa kita toleril maskipun perbalikan kepribadian seseorang semacam itu akan jarang kita jumpai.
Dunia maya seakan menawarkan fitur yang membangkitkan gairah manusiawi kita untuk bertindak ke arah yang negatif. Di dunia maya, kita bisa berceloteh sesuka kita, kita bisa pula melempar 100 batu tanpa harus repot-repot sembunyi tangan, dan serta bias norma yang berlaku di dunia nyata seakan tidak begitu bekerja secara ketat. Tindakan yang kurang arif di dunia maya, tidak secara otomatis di hukumi dengan hukuman norma yang ada.
Sebenarnya ada banyak faktor mengapa fenomena tersebut menguak. Salah satunya belum dewasanya para pengguna dunia maya. Ibarat bayi yang lahir, alur logika yang dewasa akan ada pada otak bayi tersebut tatkala ia hidup sekian tahun. Hal itu mirip dengan pendewasaan pengguna dunia maya. Meskipun sudah cukup umur dewasa, akan tetapi ia baru mengenal dunia maya (media sosial) dalam hitungan hari, maka belum cukup menjadi jaminan ia akan dewasa dalam berhidup, bertetangga di dunia maya.
Dibutuhkan berfikir mendalam untuk berperilaku via online. Saat ini mungkin sedang memasuki peradaban maya. Banyak orang yang menghabiskan waktu 24 jamnya justru lebih lama di dunia maya. Pola yang seharusnya dari dunia nyata ke maya, sekarang justru merangkak berbalik dari maya ke nyata. Orang yang sukses dalam dunia maya maka akan lebih mudah sukses di dunia nyata. Olehnya semoga kita termasuk orang yang bijak menggunakan dunia maya. Amin.
Wa Allāhu A'lam...
ReplyDeletejudi online pulsa
game judi pulsa
judi online pulsa
judi online via pulsa
judi online via pulsa
togel online
togel online
game judi pulsa
s128
s128