Tulisan ini meneruskan opini penulis dalam kata-kata yang pernah penulis jabarkan tempo hari tentang "Hidup itu pelarian". Silahkan cari dilaman kami ini. Ada! Memang, beragam orang mengartikan hidup, mulai dari hidup itu perjuangan, hidup adalah ibadah, hidup itu ujian, bahkan ada yang mengartikan hidup ialah fase untuk kita tidak teriman (mudah menerima) dengan hidup itu sendiri.
Pelarian bagi penulis adalah perubahan dari posisi A ke tempat B. Intinya berubah. Bukankah manusia itu diciptakan Tuhan menjadi makhluk yang dinamis bukan statis? Kedinamisan itulah kehidupan. Dengan kedinamisan pula manusia bisa hidup, mampu mendayagunakan bumi, mengemban perannya sebagai khalifah fi al-'ard. Tanpa itu, penulis rasa kehidupan akan berakhir, olehnya bagi anda (baca: penulis) yang masih dalam proses berkehidupan yang dinamis lalu memahami bahwa ini memang proses, ini qudroh Tuhan, maka syukurilah. Setiap yang datang adalah proses, jangan lama-lama mengeluh untuk sesuatu yang sudah pasti datang kini. Jangan salah pula!
Apa yang datang dari Tuhan itu sebenarnya stimulus pembentuk kebaikan di saat kita mampu menemukan kebaikan dalam hal itu, namun bisa juga kita gagal menemukan setiap kebaikan dan justru terjerumus pada tughyan ke-dlolal-anan. Ihdinas shirathal mustaqim, semoga kita (baca: penulis) selalu diberi petunjuk oleh yang Maha Kuasa. Amin
Pelarian itu bagi Tung Desem Waringin merupakan proses yang cepat, sangat cepat. Mudahnya seperti ini. Penulis punya teman yang sangat nakal pada sesama sejak dalam pikiran, ada suatu ketika ia melihat orang melakukan kenakalan pada orang lain dan ternyata orang lain itu menangis dengan hebatnya dan sedih dengan sebenar-benarnya sedih. Melihat fenomena itu, dalam rentan 1 detik teman saya melakukan pelarian untuk berhenti me-nakal-i orang lain. Yups. Pelarian itu begitu cepat.
Jangan larut-larut dalam kesedihan. Sini! Paman punya 3 pelarian bagi kamu (baca: penulis) yang masih larut-larut dalam sesuatu yang datang kini.
Tiga pelarian itu ialah:
1. Berkarya (ngeblog kya gini ni)
2. Bikin produk, meskipun kecil-kecilan (cilok, gorengan, mainan anak, fashion, atau terserah)
3. Bikin gerakan kecil-kecilan.
Inilah pelarian yang sehemat penulis dilakukan oleh orang-orang besar. Tak ada orang besar tanpa 3 pelarian itu. Soekarno dengan gerakannya, Kyai Sahal dengan karya monumentalnya, atau tetangga saya dengan usahanya.
Sudahlah! Jika jenuh dengan keadaan sekarang ini mari kita melakukan pelarian saja. Jenuh itu soal rasa, mari kita timbun rasa kejenuhan itu dengan pelarian yang baik. Jangan terfokus pada kejenuhan dan kebingungan akan sesuatu yang datang. Suatu ketika penulis diutus guru kami untuk membenahi almari beliau, saat kegiatan itu penulis melakukan kesalahan fatal dengan tak sengaja penulis me-malu jarinya sendiri dengan palu. Sakit, berdarah. Seketika itu guru kami melihat insiden tersebut. Sembari simpati pada kami yang kesakitan beliau berkata "sudah, jangan dirasakan, 'loro kog mbok rasakne, yo tambah loro!' fokus, teruskan perbaikannya dengan fokus". Ternyata benar, rasa sakit kita hilang tertimbun pada otak yang memfokuskan perbaikan almari.
Atau suatu ketika kita naik gunung lalu kedinginan. Apa yang terjadi? Tak sadar kita berdingin ria. Namun cobalah tenang sejenak. Tahan gemeteran badan kita. Alihkan pada kegiatan main kartu sambil ngrokok dan bergurau sesama pemain. Gemeteran karena dingin pun akan sesegera pergi.
Jangan fokus, atau fokuskan apa yang menjenuhi kepalamu dengan pelarian yang terfokuskan. Inilah hidup. Inilah pelarian. Berlari dan berlari. Hingga kejenuhan tak dekat dengan kita. Rasa capek dan putus asa pun lelah dengan sendirinya mengejar kita yang sedang berlari "fokus".
Wa Allah A'lam...
0 Response to "3 Pelarian Nyiamik"
Post a Comment