Ketupat Silaturahim #3

https://dhalanpitedhah.blogspot.co.id/

Sulit ya hidup di desa. Atau malah tentrem?. Bayangkan saja kalau di kota kita hanya disuguhi lalulalang mobil, polusinya bikin megap-megap meskipun, 'katanya!' Itu belum seberapa bahayanya ketimbang dengan asap rokok, atau pemandangan masyarakat yang individualis, meterialis, egois, dan tak tahu ramahtamah itu. Coba anda di desa!, masyarakatnya ramah, udaranya seger, udah gitu tak perlu jauh-jauh bila anda ingin merefreskan pikiran sejenak, cukuplah anda keluar rumah maka hamparan sawah menghijau dengan pegunungan diujung mata memandang akan memuaskan meng-onani pikiran anda. Dan clingggg, permasalahan sak mbrek dalam pikiran anda seketika menguap. Apalagi jika bertemu gadis desa tanpa make up, kemerah-merahan dipipinya yang alami, bibirnya memerah lamis ramah menyapa tanpa anda sapa dahulu. "Saking pundi kang?" Begitulah pertanyaan yang tak butuh jawaban itu sesekali mereka sodorkan.


Akan tetapi tahukah anda? Disudut keindahan desa itu ternyata terselip banyak permasalahan. Mulai dari kemiskinan yang mendarah daging, atau infrastruktur yang sedari buyut saya ya gitu-gitu aja, sampai pendidikan yang terbengkalai. Tak percaya? Makanya hiduplah di desa sekurang-kurangnya 1 bulan saja lah!. Anda akan menemui betapa tragisnya kehidupan di desa. Dan tentunya ternyata desa tak seindah dalam bayangan anda tatkala nonton FTV yang sok yes itu.

Namun tunggu dulu. Jangan sampai anda mengesankan desa sedangkal itu. Masyarakat pedesaan ternyata tak merasa terdiskriminasi seganas itu tuh. Entah mereka yang cuek nan pasrah atau bagaimana. Namun mereka kaya dalam jiwanya. Hidup tentram mungkin bagi mereka tak selalu tentang hal yang terlihat. Nyatanya, mereka bisa tertawa lebar, damai, bahkan dengan penghasilan yang tak menentu seperti saat sekarang ini, mereka berani tuh beli sepeda motor meskipun kredit, padahal istri mereka mau melahirkan. "Rejeki sudah ada yang ngatur" katanya. Hidup di desa terkadang mengajarkan untuk janganlah serius dalam semua hal.

Salah satu kegelisahan saya dan ternyata tak ditanggapi serius oleh penduduk desa adalah penyebutan barang sesuai nama merk pertama yang muncul dari barang tersebut. Contohnya gini, iya begini. Saya gelisah saat mereka bilang "kang saya baru saja beli Honda" padahal yang ia beli itu Yamaha Mio. Bukankah jika anda serius menyoal nama, anda akan menyebut sepeda motor untuk sebutan Mio, Supra, Revo, dsb?. Makanya jangan serius-serius! Mereka sudah terbiasa minum Aqua saat ada hajatan di tetangga padahal itu merk 'pelangi'. Atau bisa saja anda dipaksa bilang Marimas padahal Teh Sisri. Anda juga diwajibkan oleh mereka menyebut Sanyo untuk semua pompa air padahal merknya merk Cina.

Begitulah desa. Bagi anda yang merasa tersakiti masalalunya oleh mantan dan kini telah move on bahkan menemukan pujaan hati yang baru, maka jangan sekali-sekali anda datang ke desa, apalagi datangnya bersama pujaan hatimu yang baru itu. Paham kan maksudnya? Iya, bisa-bisa kamu ditanya "lho kang, Tukiyem (mantan anda) kok sekarang berubah rupa ya?" Padahal itu Zubaidah, pacar baru anda. Hehe

0 Response to "Ketupat Silaturahim #3"

Post a Comment