Awalnya saya hanya berdiam diri saat di akun dunia maya saya begitu semliwer teman-teman membicarakan bahwa mencari istri itu tidak harus cantik. Intinya pokok pembahasan yang lagi naik daun saat akhir kuliah ini ialah istri.
Adalah laman Muslim Moderat yang pertama kali menyulut tema ini. Laman yang digawangi oleh orang-orang NU ini mengutip apa yang termaktub di kitab I'anatut Tholibin bahwa "Makruh hukumnya menikahi wanita yang terlalu cantik karena dua pertimbangan: Pertama, biasanya wanita yang terlalu cantik itu memiliki sifat sombong akan kecantikannya. Kedua, terlalu banyak mata yang melirik kepadanya. ” (Hasyiyah I’anah al-Thalibin juz 3 hal 270, karya Sayyid Muhammad Syatha)
Statement ini langsung mendapat banyak tanggapan, mulai pengkloningan statement atau menyiarkannya kepada teman-teman pembaca. Penulis dan atau teman seperjuangan lain yang lagi-lagi juga lagi masa-masanya bergelora asmaranya tentunya sangat tertarik dengan tema yang disodorkan ini. Sehingga tak menutup kemungkinan untuk menjadikan bahasan ini menarik dikomentari dan disimak komentar-komentar tersebut.
Komentar itu mulai dari yang serius hingga penuh canda. Bagi mereka yang berjiwa kalah posisi, atau merasa diuntungkan karena ditinggal sang mantan, kasih tak sampai, cintanya bertepuk sebelah tangan, atau hubungannya terhalang oleh restu orang tua, maka mereka tentunya sangat meng-iya-kan dalil ini. Adapula yang merasa sebaliknya. Teman saya yang mengerti banyak kitab kuning bahkan mencoba menengahi dengan berseloroh untuk membuka kitab I'anah itu kembali dan membaca kelanjutannya. Di sana juga termaktub menikahi perempuan yang sangat buruk juga makruh hukumnya.
Menikah memang impian semua orang. Rasulullah SAW sendiri memberi kriteria bagi para laki-yang hendak mengakhiri masa lajangnya. Beliau memberi 4 kriteria saat memilih perempuan untuk dinikahi. Keempatnya itu ialah: cantiknya, hartanya, keturunannya, dan agamanya. Lebih lanjut Rasulullah SAW mewanti-wanti umatnya dengan mengutamakan gadis yang agamis dan mengakhirkan kriteria yang lainnya. Tapi lagi-lagi ini terserah anda. Saya sendiri belum pernah merasakan indahnya bahtera rumah tangga. Kalau angan-angan saya hidup berdampingan dengan gadis cantik sangat cantik tur agamis kyaknya lebih menyenangkan. Serasa do'a hab lana min azwajina wa auladana qurrotal a'yunina (istri penyejuk mata) jadi benar-benar terealisasikan.
Namun lagi-lagi saya serahkan pada anda. Penulis sampai saat ini belum laku untuk nikah juga. Lebih lanjut datang pada orang tua atau mereka yang telah merajut rumah tangga biar tidak mengawang-awang.
Senada dengan hal bahwa memilih gadis tak perlu cantik sekali, lebih-lebih cantik juga masalah subjektif masing-masing, dulu saat Abu Nawas nikah dengan perempuan yang sangat cantik menjadi bahan omongan para tetangganya. "Kok bisa, si Nawas yang jelek itu nikah dengan gadis secantik itu? Dunia benar-benar tak adil!!"
Cibiran miring itu sampai juga ke telinga Abu Nawas rupanya. Dia yang terkenal cerdik pun langsung menanggapinya dengan mengadakan walimah-an (resepsi pernikahan) dan mengundang para tetangga sekitar.
Keesokan harinya saat walimah-an itu sudah dimulai para tetangga dipersilahkan untuk menikmati apa yang ada, mulai dari jamuan, minuman, dan hiburan. Hal yang menjadi aneh saat itu adalah hidangan yang disediakan oleh Abu Nawas hanyalah satu varian makanan yaitu roti (gampangnya dalam budaya Jawa disebut roti Apem) dalam berbagai bentuk.
Melihat hal ini para tamu pun bergeming, "hidangannya kok roti apem semua?" Akan tetapi ada yang di bentuk bulatlah, kotak lah, segitiga lah. Apem ya tetap apem. Mau dibentuk apapun rasanya tetaplah sama"
Abu Nawas yang berada di atas panggung pun sangat gembira karena misinya berhasil. Ditengah-tengah kegundahan para tamu karena hidangan yang sama itu Abu Nawas berbicara dengan lantang menggunakan pengeras suara. Semacam orang berpidato.
Ia berkata sambil begitu gembira "makanya, seperti apapun Apem rasanya tetap sama, begitupun dengan manusia, mau cantik, mau ganteng selama manusia tetap sama rasanya".
Begitulah, sepertinya memang beliau mengisyaratkan bahwa bukan kecantikan hal yang paling utama dalam mencari seorang istri.
Orang yang beroreantasi pada pelampiasan hawa nafsu mungkin mengedepankan rupa dalam memilih istri. Karenanya nikah bukan hanya tentang pelampiasan nafsu. Ada hal yang lebih tinggi lagi dalam prosesi sakral pernikahan, apa lagi kalau bukan pencarian ridlo Allah SWT dan menyempurnakan keimanan kita.
Wallahu a'lam...
Saya hanya seorang lajang yang sok tahu berbicara tentang pernikahan. Jika ada pembaca yang kebetulan lajang dan perempuan, syukur-syukur lulusan pondok pesantren. "Nikah yuk!" Eh heheheπ
π
π
π
π
π
π
π
0 Response to "Haruskah Menikah Dengan Perempuan Yang Cantik?"
Post a Comment