Ayo Mondok! Gerakan Harap-Harap Cemas?

www.ayomondok.net

Memasuki bulan Ramadlan seperti ini biasanya pondok pesantren yang memiliki kalender akademik sendiri akan meliburkan kegiatan belajar mengajarnya. Hal ini berarti mereka telah usai pembelajaran pada tahun ini, itu ditandai dengan menjamurnya Haflah Akhir Al-Sanah di bulan Sya'ban kemarin. Adapun saat Ramadlan seperti ini biasanya pondok pesantren mengisi kegiatannya dengan ngaji posonan, ngalap berkah mengkhatami kitab-kitab di waktu atau bulannyang penuh berkah ini.


Dengan menutup pembelajaran dibarengi lulusnya para santri senior dari pondok pesantren, maka secara otomatis lembaga pondok pesantren juga membuka pendaftaran bagi santri baru. Rabithah Ma'ahid Islamiyah (RMI) yang notabene aliansi pondok pesantren dalam naungan NU dalam momentum pendaftaran santri ini menggelorakan gerakan "Ayo Mondok" dengan maksud mempromosikan pondok pesantren kepada masyarakat luas. Meskipun banyak pihak juga mencibir gerakan ini atau menanggapinya dengan nada penuh pesimis. Misalnya ada pihak yang menilai dengan munculnya gerakan ini, maka ada indikasi pesantren tidak semenarik dulu dipandangan masyarakat sehingga dibutuhkan refresh promosi guna melestarikan pondok pesantren sebagai pilihan mereka.

Terlepas dari gerakan ayo mondok, sebenarnya ada banyak maksud orang tua memasrahkan anak-anak mereka di pondok pesantren. Diantaranya ingin punya anak yang jadi kyai, motif hukuman dalam artian pondok pesantren dijadikan tempat untuk meredam kenakalan anak-anak mereka, atau mungkin pelampiasan keinginan orang tua sehingga dengan penuh paksaan anak masuk pondok karena dulunya orang tua pingin mondok akan tetapi tidak kesampaian sampai sekarang, tujuan lain mungkin ngalap barokah kyai-kyai pondok, atau yang ekstrim adalah terlantarnya anak karena ditinggal orang tuanya, dari pada nganggur mungkin lebih baik di pondok, atau lain-lainnya.

Bagi saya tidak mengapa lah apa itu tujuannya, selama mereka berada di pondok, saya rasa mereka itu baik. Bahkan tidak ada orang yang mau mondok kecuali ia benar-benar pilihan Allah, buktinya juga banyak yang dari rumah benar-benar niat mondok sampai pondok mereka tak betah. Toh jika tujuan mereka tidak sebaik yang diinginkan niscaya suatu saat jika mereka istiqomah muqim di pesantren, ngaji, dan khidmah pada kyai, tujuan yang awalnya buruk akan sirna dan mereka tahu untuk apa mereka (para santri) ini hidup.

Terlepas dari itu semua, jika kita mau jujur, sebenarnya banyak hal yamg kurang jika berbicara pendidikan di pondok pesantren. Secara sekilas, management yang umumnya seadanya, atau metode pelajaran yang tidak pakem, materi yang itu-itu saja, atau lainnya.

Jika kita mengatakan ayo mondok, apakah ini lembaga yang patut untuk kita promosikan melihat kekurangan yang ada? Atau kita harus tetap mengajak mondok sanak famili dengan harap-harap cemas.

Namun menilai pondok pesantren dengan hanya sekilas demikian juga tidak menyelesaikan masalah. Kita lihat saja output dari lembaga ini, betapa banyak dari mereka memiliki kecerdasan untuk mengarungi kehidupan. Banyak pula para peneliti yang menemukan temuan istimewa dari pondok pesantren. Semua tidak lain karena gemblengam kyai pada santri-santrinya dengan ikhlas.

Olehnya, tatkala kita ingin memondokkan anak atau sanak keluarga kita, seharusnya kita siap dengan segalanya, baik material atau moril. Ikhlas dan berdoa sambil memantau secara perlahan dari jauh, selebihnya kita serahkan pihak pondok proses belajar anak kita. Awasi, doakan, dukung, dan tak perlu mendikte sedemikian rupa. Bukankah belajar di pondok itu harus ikhlas tak berharap jadi apa-apa termasuk jadi kyai, nanti jika sudah pintar apa-apa ya jadi.

Wallahu a'lam...

0 Response to "Ayo Mondok! Gerakan Harap-Harap Cemas?"

Post a Comment