Antara Mas Doni Atau Mbak Dona


pixabay.com
Ini bukan tentang kisah cinta yang kata pangeran cinta Pat Kai dalam serial Kera Sakti "Dari dulu beginilah cinta, deritanya tiada akhir". Atau lagu pop jaman sekarang yang terkesan selalu alay dan tanpa makna. Ini tentang perdebatan musiman atau persoalan periodik. 


Menjelang Ramadhan, minimal ada 2 hal yang selalu menjadi perdebatan. Awal Ramadhan yang berbeda antara pemerintah, Nahdlatul Ulama', dan Muhammadiyah. Akan tetapi berhubung menteri agama beserta bawahannya yang selalu didominasi oleh orang-orang NU maka perdebatan kapan awal Ramadhan itu meruncing menjadi perdebatan antara NU dan Muhammadiyah. Perdebatan itu ada karena metode yang digunakan oleh kedua organisasi itu memang berbeda satu dengan yang lain. Muhammadiyah yang awal mula berdiri memiliki misi menawarkan Islam yang berkemajuan, menggunakan metode hisab berhubung pada zaman ini ilmu teknologi khususnya Astronomi sudah mapan dan sangat bisa digunakan untuk menentukan awal bulan Ramadhan. Adapun NU yang menjadikan kitab-kitab Ulama' Salaf Al-Shalih sebagai referensi utama dalam memahami agama memilih metode Ru'yat Al-Hilal sebagai salah satu cara (selain menggunakan metode hisab juga, dengan catatan tertentu sesuai aturan yang berlaku menurut NU) untuk menentukan kapan awal orang muslim berpuasa wajib.

Perdebatan musiman yang lebih menggelikan lainnya ialah tentang lafadz niat puasa Ramadhan apakah nawaitu shauma ghodin an adai fardli syahri Ramadhani hadzihi sanati fardlal lillahi ta'ala. Atau kata Ramadhani itu berubah kenjadi Ramadhana? Perdebatan antara Doni dan Dona ini memang menggelikan. Bagaimana tidak? Berbeda dengan perdebatan yang awal saya paparkan, perdebatan ini merupakan suatu yang sama atau fokusnya memang sama bahkan jawaban yang muncul juga pasti sama. Berbeda dengan perdebatan awal tadi. Ia seru untuk diikuti karena tiap tahun memiliki kondisi yang berubah-ubah. Selain itu jika niat adalah qosdu syai' atau bermaksud sesuatu, maka sebenarnya niat puasa itu tidak wajib dengan bahasa Arab, sudah selesai? Sehingga kenapa masih saja tiap tahun terasa tidak pernah usang kita membahas apakah Doni atau Dona? 

Sampai saat ini mungkin kita sepakat bahwa menggunakan lafadz Doni adalah pendapat yang bisa dipertanggung jawabkan dengan dasar bahwa Ramadhan dalam lafadz niat itu mudlof pada kata hadzihi sanati, adapun Ramadhan sendiri menjadi mudlof sekaligus mudlof ilaih kata syahri. Melihat Ramadhan adalah isim ghairu munshorif maka pada posisi mudlof ia dijerkan dengan harakat kasrah. Akan tetapi jika kita tetap niat puasa dengan kata Ramadlona maka sah-sah saja karena sesuai kaidah awal bahwa niat itu bermaksud sedangkan tempat yang digunakan niat itu ada dalam hati. Hal ini berarti yang dilihat pada hal niat itu esensi bukan redaksinya, lain lagi jika niat itu harus diucapkan dengan bibir maka redaksi memang harus benar.

Terlepas dari itu, begitulah keilmuan. Lebih-lebih jika itu terkait agama, maka ia akan dibahas oleh generasi padan zamannya meskipun itu hal yang usang. Jangankan Dona Doni, Al-Qur'an saja dari dulu ya memang seperti itu, tidak ada revisi penambahan dan itu akan selalu dibahas dan semoga semakin banyak yang minat membahasnya atau mempelajarinya. Amin. Perdebatan yang semacam ini meskipun ada embel-embel agama, saya rasa kok belum begitu sensitif. Hal yang sensitif tatkala itu berkaitan dengan agama dan sisi perdebatannya ada pada Halal-Haram seperti bagaimana jika mengucapkan selamat Natal pada saudara kita yang kebetulan umat Kristen? Haramkah kita merayakan tahun baru Masehi?

Ada yang bilang jika perdebatan musiman ini menjadikan kita tersibukkan hal itu saat musim perdebatan datang selain mencari sisi lain yang sebenarnya lebih berfaedah. Seperti tahun baru yang bukan halal haramnya tetapi muhasabahnya atau kita ikut sibuk saja lah biar tidak dipandang aneh dengan yang lain, akan tetapi kita sibuk dalam hal menahan diri untuk tidak ikut-ikutan sibuk debat kusir.

Wallahu a'lam...

0 Response to "Antara Mas Doni Atau Mbak Dona"

Post a Comment