Selebihnya seperti itulah pertanyaan sekaligus pernyataan mbah Salam, beliau sudah tua renta dengan fisik yang tidak kuat lagi namun imannya selalu bertambah kuat seiring bertambahnya usianya.
Pertanyaan itu muncul karena mungkin beliau heran saja, jika memang ada yang berpendapat bahwa tarawih itu cuma 8 rakaat, kenapa tidak ambil yang ringan itu saja? Haruskah memaksa 20 rakatan bil pesat secepat itu?. "Simbah wis sepuh nang!" Rasanya kalimat tanya itu juga sekaligus pernyataan bahwa beliau keberatan jadi ma'mum tarawih tahun ini.
"Ini bukan soal salah benar", gumam mbah Salamah dengan gumrendel hatinya, tapi baik atau tidak relevannya amalan itu. Namun apa mau berkata, mbah Salamah yang rupanya seorang taqlid sejati kini menemu titik jenuhnya, bahkan ia merasa ragu atas ketaqlidannya itu meski pada saat ngaji ia begitu meng-iya-kan apa yang diucapkan gurunya. Sang ustadz membeberkan dalil yang mengatakan bahwa Shalat tarawih itu ya 20 rakaat, mulai dari hadist Aisyah yang menerangkan bahwa nabi sendiri mengerjakan Tarawih 20 rakaat, 8 rakaat berjamaah dengan umat di masjid sedang selebihnya nabi sempurnakan di rumah. Alasan nabi pada waktu itu khawatir jika tarawih diwajibkan karena jamaah yang tiap hari meningkat memadati masjid.
Keyakinan mbah Salamah semakin menguat tatkala pak ustadz memaparkan dengan bumbu agak sok benar bahwa ada dalil yang mengatakan 8 rakaat itu secara konten bukan terkait tarawih, namun perihal shalat witir. Apalagi mereka yang ngotot untuk 8 rakaat jika sudah terpojok mencoba membela dirinya dengan argumen yang menurut ia logis padahal bagi pak ustad tidak, bahkan sama sekali. Mereka berseloroh dari pada 20 rakaat cepat-cepat tanpa ada khusyu'2nya, kan lebih baik 8 namun pelan tur pasti juga khusyu' lagi. Yang 20 rakaat balik menyerang "ya monggo anda baik sebaik-baiknya, namun sebaik apapun jika itu bukan aturannya tetap saja percuma, anda pilih mana, punya motor dengan bodi perfek namun mogok atau berjalan apik namun bodi pas-pas.an?" Bukankah ini membuat mbah Salamah yakin dengan 20 rakaatnya, namun tetap saja sumelah karena fisiknya?
Mbah-mbah, sepertinya anda itu kog tak begitu cerdas ya jadi seorang penurut (muqollid)?. Dalam hidup memang ada sebagian orang yang ditinggikan derajadnya dari yang lain melalui ilmu yang ia miliki. Sehingga fenomena taqlid itu ada mbah!. Namun, semua tak menafikan pada otak panjenengan, jika derajad di dunia memang Allah yang menentukan, hingga takdir kita menjadi orang yang taqlid, otak yang ada di kepala kita juga sudah digariskan ada oleh Allah mbah. Tak apa kita taqlid, asal jadi muqolid yang cerdas saja.
Sudahlah mbah, jika ada 2 pendapat tak usah kita saling membenturkan. Terlebih anda sudah tua renta. Ambil, pilih saja yang sesuai dengan masing-masing kita.
"Besok-besok tarawihnya 8 aja ya mbah!" Ucapku dengan memarik putung rokok dari bibir manisku. "Jika masih keberatan, bukankah tarawih sendiri artinya adalah istirahat? Toh waktu yang digariskan mulai ba'da sholat Isya sampai subuh tanpa ada syarat dilakukan dengan berjama'ah". Mabha Salam yang menunggu teruaan ucapanku pun hanya diam meskipun itu sudah kata yang paling akhir, dengan nada berani sayapun kembali membuka mulut "Njenengan mangke shalat 2 rakaat tarawih dulu, kalo capek tidur dulu sak bangune gak papa, wudlu lagi, terus lanjut lagi mbah. Sampai 8 rakaat itu terpenuhi, lebih-lebih 20 rakaat, bukankah itu malah sebenar-benarnya tarawih mbah? Istirahatnya real! He he he" Percobaan candaku nyatanya ditanggapi mbah Salamah dengan serius, beliau mikir sesekali tersenyum padaku.
Aku yang sudah bersiap-siap berangkat ke masjid berjamaah tarawihpun memungkasi percakapan itu "sudahlah mbah!, al ajru ala qodri ta'ab, ganjaran itu sesuai kadar rekosone, 8 rakaate sampean niku sebanding capeknya dengan 20 rakaatipun mereka, ampun khawatir ndak dapat pahala besar sampean itu!" Mbah Salamah yang sedari tadi mau menyulut rokoknyapun hingga terlupa, kini ia mungkin sudah bahagia dengan tentremnya. Bhulll, akhirnya 123 kretekpun sudah berhasil ia bakar dengan kemebulnya.
0 Response to "Mbah Salam: Tarawihmu Pirang Rakaat Nang?"
Post a Comment