Melestarikan Budaya NgoPi


https://pixabay.com/en/coffee-wood-table-wooden-espresso-1030971/
Ada banyak cara bagi tiap individu untuk memancing pikirannya berfikir lepas, atau mau berbicara terbuka melampiaskan semua apa yang ada di hati masing-masing. karena tanpa kita sadari selama ini pikiran kita belum berfungsi dengan optimal karena mungkin faktor luaran yang datang menghampiri kita, semisal doktrin yang selalu membayang-bayangi kita, atau tekanan yang membelenggu kebebasan berfikir kita.

Salah satu cara yang biasa dilakukan oleh sebagian besar lapisan masyarakat mulai dari pekerja kasar hingga orang-orang besar, tak terkecuali kalangan santri hingga mahasiswa di Indonesia, yaitu dengan ngopi bareng. Disertai sulutan rokok di sela-sela jari tengah dan telunjuk, tak terasa kita sudah melaksanakan Focus Group Discussion (FGD) dengan rileks, mengalir membahas banyak tema yang terkadang selesai sampai natijah pembahasan hingga menghasilkan hipotesis ataupun mauquf tanpa ada kejelasan. Atau mungkin juga ngopi kita serasa kuliah 6 SKS sekaligus dalam sekali ndodok maupun lesehan, semua tergantung dengan siapa lawan bicara ketika kita NgoPi (NGOlah PIkir).

Tema yang diajukan atau dibahas pun relatif bervariasi untuk setiap pertemuan, mulai dari isu-isu yang sedang berkembang baik itu bertaraf lokal, nasional, internasional, dunia, akhirat hingga alam gaib, intinya segala hal dapat dibahas asalkan "dekat" dengan kehidupan oknum kopier (ahli ngopi/orang yang suka ngopi). Tak jarang pula kita juga mengkritik dan ngrasani sebuah instansi mulai stakeholder (pemegang kebijakan/kuasa) person by person sampai grassroots (akar rumput/individu-individu yang berada di bawah kuasa) hingga bersih sampai celah-celah kecil yang ada pada mereka.

Jika sudah begini, biasanya akan banyak temuan, opini "berlian" dari majelis rasan-rasan yang terkesan remeh itu. Bahkan tak jarang pula kita akan temui banyak pengetahuan baru dari sekedar ngopi ketimbang ngaji yang sering membuat (sebagian) para santri mengantuk atau perkuliahan yang sering membuat ambyar para mahasiswa karena bahasa, metode, pembawaan materi oleh dosen yang sok yes. Hehe.

Diantara tema (berhubung umumnya jama'ah ngopi adalah laki-laki) sering pula mencuat pembahasan tentang asmara, wanita, masa depan, dan parah-parahnya hal yang berbau syahwat dengan pembahasan sampai titik klimaks sedetail-detailnya. Namun begitulah laki-laki, atau mungkin semua manusia khususnya para remaja akhir. Tema-tema ini memang merupakan hal yang paling menarik bagi mereka untuk dibahas. Akan tetapi, hal ini hanyalah sebagai tema pembuka dan sebagai nyela-nyelani pembahasan yang terkesan berat dan sudah agak serius. Selebihnya saya rasa penuh manfaat jika kita mampu menentukan arah pembicaraan dengan konsisten kearah faedah kehidupan.

Selain itu, orang yang istiqomah ngopi biasanya identik dengan pribadi yang cerdas dalam bersosial. Mereka mampu berbaur dengan semua kalangan, dan memiliki banyak kenalan maupun relasi serta otomatis kaya pengalaman dengan sanad tutur tinular dari satu jama'ah ngopi ke jama'ah yang lain. Meskipun semakin kita banyak berbicara, bersosial kita juga akan identik dengan pribadi yang banyak ngrasani sana sini dan kurang bisa memanfaatkan waktu.

Terlepas dari apakah itu baik atau tidak, ngopi sebenarnya sudah menjadi tradisi orang-orang besar dan menjadi gaya hidup mereka. Semisal budayawan sekaliber Cak Nun hingga Syeikh KH. Ihsan Jampes Al-Maghfurlah telah menjadikan ngopi sebagai aktifitas yang berarti.

Di dalam kehidupan sekarang ini, di dunia yang penuh pertempuran pemikiran, ideologi dan zaman yang serba formal lagi linier, rasanya perlu bagi kita untuk membudayakan ngopi sebagai cara bersikap dan bertindak dalam kehidupan. Karenanya dari sana sense of nggleyeng perlu kita kedepankan dalam menyikapi dan menghadapi apa yang selalu datang (dan akan terjadi) dari dunia yang sudah gila seperti sekarang ini.

Wallahu A'lam....

0 Response to "Melestarikan Budaya NgoPi"

Post a Comment