Cerita Qurban Idul Adha

http://www.milliyet.com.tr/2015-kurban-bayrami-ne-zaman--gundem-2106800/

Qurban secara bahasa berasal dari fi’il madli قرب yang berarti dekat. Istilah lain yang digunakan untuk menyebutkan qurban ialah أضحية yang berarti penyembelihan. Jadi qurban disini diartikan sebagai penyembelihan hewan pada hari raya Idul Adha dan hari-hari tasyrik dengan  tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Qurban di dalam Islam merupakan ibadah yang dihukumi sunah muakad yang berarti Nabi Muhammad tidak pernah meninggalkan hal ini, dalam artian apabila kita memiliki kemampuan untuk melakukannya, maka kita sangat dianjurkan untuk melakukannya. 

Berhubung qurban ini dilaksanakan setidaknya satu tahun dalam satu kali, mungkin ada beberapa orang di sekitar kita yang enggan melakukan qurban, padahal ia mampu untuk melakukannya dengan alasan “saya sudah melakukan qurban tahun kemarin, jadi kenapa harus qurban lagi?”. Hal ini merupakan hal yang agak lucu bagi penulis karena di samping qurban, sholat Idul Adha adalah amalan yang sunah muakad dan juga pelaksanaannya bisa dikatakan satu kali dalam satu tahun, dan dari sana jarang orang yang meninggalkannya (sholat Idul Adha) dengan dalih “saya telah melakukannya tahun lalu” (hal ini berlaku juga untuk sholat Idul Fitri).

Adapun hewan yang sah untuk dijadikan qurban ialah kambing yang telah tua. Kambing yang telah tua ini biasanya ia telah berusia satu tahun dan telah memasukin tahun kedua. Setelah kambing, ada juga onta. Sama halnya kambing, onta juga disyaratkan harus yang sudah tua atau berumur lima tahun dan telah memasuki tahun yang keenam. Selain kedua hewan di atas, ada juga sapi yang sudah berumur dua tahun dan telah memasuki umur yang ketiganya. Dalam hal ini, kerbau juga masuk dalam kategori sapi nantinya.

Mungkin terbesit di dalam hati anda sebuah pertanyaan, dari mana kita mengetahui umur masing-masing binatang itu? Padahal yang namanya binatang itu berbeda dengan kita, ia tidak memiliki akta kelahiran. Apabila kita bertanya pada penjual hewan qurban di pasar, maka otomatis sang penjual akan menjawab “ini sudah tua, dan sah untuk qurban”. Alternatif dari persoalan ini ialah kita melihat gigi pada hewan itu. Dalam ilmu biologi kita mengenal adanya identifikasi umur melalui gigi susu dan gigi yang tumbuh setelah gigi susu tersebut. Hewan yang telah tua berarti gigi yang ada dalam mulutnya bukan lagi gigi susu. Gigi yang satu ini ciri-cirinya memiliki ukuran yang besar, berbeda dengan gigi susu yang berukuran kecil. Ketentuan lainnya adalah kambing hanya bisa dibuat (pahalanya) qurban untuk satu orang, adapun sapi, kerbau, dan onta untuk tujuh orang.

Ada anekdot menarik terkait dengan pemberlakuan kambing yang hanya bisa dibuat qurban satu orang, sapi, kerbau, dan onta untuk tujuh orang.

Pada suatu ketika ada seseorang yang masih awam datang kerumah seorang Kyai di kampung sebelah. Ia bertanya, “pak Kyai, saya mau berkurban untuk keluarga saya, berhubung anggota keluarga saya itu banyak maka saya qurban satu ekor sapi biar pas”, tukasnya. Sontak Kyai pun menjawab sembari bertanya, “memang berapa jumlah anggota keluargamu?”. Tamu tersebut pun menjawab, “anak saya enam, saya, dan istri saya jadi dua” dengan menghitungnya menggunakan jari, “berarti jumlah kesemuanya delapan Kyai”, Kyai yang kaget pun menjawab “ya tidak bisa tho, sapi itu ketentuannya untuk 7 orang”. Tamu yang masih awam tersebut memprotes, “anak saya yang terakhir itu masih kecil Kyai, masa gak bisa? Kalo bisa kan nanti saya sekeluarga dapat menungganginya (hewan yang dikurbankan) bareng-bareng di akhirat kelak, dan itu harapan saya, bisa bareng keluarga di sana kelak”. Kyai pun masih tetap keukeuh dengan pendiriannya. Dan akhirnya sang tamu itu pulang dengan wajah sedih.

Masih tetap dengan keyakinannya yang menganggap sapi bisa untuk delapan orang, tamu itu pun ngotot untuk pergi ke Kyai lainnya untuk beradu sowan, tamu tersebut menganalogikan sapi dengan mobil, jadi bisa saja untuk 8 orang, karena nantinya di dalam mobil anaknya yang kecil ia pangku atau entahlah.

Maka sampailah ia di Kyai kampung lainnya, lalu ia menceritakan kejadian yang kemarin saat bertamu di Kyai kampung sebelah. Tak ambil pusing Kyai yang saat ini berada dihadapannya menjawab “siapa bilang tidak bisa?  Bisa kok”, tamu tersebut tersenyum sumringah dan Kyai pun melanjutkan dawuhnya “tapi, berhubung anakmu yang satu itu itu masih kecil ya harus kamu berikan pijakan biar bisa menunggangi sapi yang mau kamu qurbankan itu, sapi itu kan tinggi, mana bisa anak kecil menaikinya”. Si tamu pun bertanya sambil tersenyum, “pijakannya dengan apa Kyai?”. Kyai yang bijaksana ini menjawab, “ya kamu beri satu kambing lah, ia kan lebih kecil dari sapi, jadi bisa untuk jadi pijakan buat anakmu?”.

Si tamu awam ini pun yang tadinya cemberut berubah bahagia dan pulang dengan penuh kegembiraan. Dan akhirnya ia qurban 1 ekor sapi dan 1 ekor kambing. Hehehe

Wa Allah A'lam....
 
Taqrib/فتح القريب  62

0 Response to "Cerita Qurban Idul Adha"

Post a Comment