Jangan bayangkan Mbah Kyai Nasrun -Allah yarham- itu sebagai sosok Kyai yang glamor, ngalor-ngidul berjualan ayat Tuhan, gencar melobi para pejabat, sangat gembira berfantasi dengan aghniya', fasih berbicara atas nama umat/agama atau yg lainnya. Bukan! Tak sedikit pun sifat-sifat itu melekat pada beliau.
Beliau itu min ibadikal mukhlashin, yang Iblis pun mengakui kehebatannya dihadapan Allah melalui dialognya dengan Allah sebagai hamba yang ditakuti bagi Iblis dan tak akan pernah bisa digoda. Sepertinya Mbah Nasrun memang hamba pilihan yang tak kepincut duniawi sedikit pun. Kesehariannya beliau selalu memakai sarung, piaman, dan iket berwarna hitam semu coklat untuk menutupi kepalanya. Beliau tak pernah mau naik kendaraan saat berpergian, cukup berjalan 'ngoncok' dan sesekali bilang "Yo, ndisik O" saat ada seorang warga yang menawarkan untuk menaiki kendaraan bersama beliau. Namun, betapa terkejutnya warga tersebut saat sampai pada tujuan, ternyata Mbah Nasrun yang terlebih dahulu sampai di lokasi.
Kyai Nasrun punya salah satu karomah "Sapu Angin" yang jarang beliau perlihatkan. Sosok yang tawadlu', visioner yang diejawantahkan dalam sebuah do'a. Sebagian dari do'a beliau itu "Allahumma aamir hadzihil qoryah bi kastrotil madaris wa maahid wa muta'limin". Kini, 19 tahun lebih "mantra" itu dilantunkan, terbangun megah gedung-gedung yang menjadi pagar kelestarian ajaran Islam di desa itu.
Dengan berbagai kelebihan yang beliau miliki, tak heran beliau dijadikan menantu oleh Mbah Nuh Kertomulyo. Mbah Nuh, sosok wali Allah yang terkenal dengan keramatnya mengubah kunyit menjadi emas. Beliau -Mbah Nuh- hidup satu generasi dengan Mbah Mahfudz, Mbah Salam, Mbah Nawawi Kajen. Kesemua wali ini tak segan melakukan perlawanan pada penjajah yang dzalim.
Mbah Nasrun, lagi-lagi sosok yang penuh dengan keistimewaan para abthol. Berkat do'a dan keikhlasannya lahirlah Abah Ubaidah Nasrun, Kyai Sulaiman Nasrun. Sosok yang tak gentar berjuang li I'lai kalimatillah. Dua sosok yang mengikhtiyari do'a dan restu Mbah Nasrun. Berjuang atas nama belas kasih kemanusiaan. Berjuang dengan bendera Islam Rahmat bagi seluruh alam.
Kisahnya, karena hatinya yang penuh dengan kasih, Abah Ubaidah -Allahu yarham- harus menahan untuk keluar rumah disebabkan dua itik yang lagi memadu kasih pas di depan pintu rumahnya. Beliau keluar ketika kedua makhluk Allah itu menyelesaikan aktifitasnya. Atau kisah yang ini, beliau selalu membela, ngayem-ngayem para muridnya sehabis melihat para murid kena hukuman saat telat masuk sekolah oleh guru.
Kyai Sulaiman, pribadi yang tak mengenal marah pada murid. Bayangkan saja, penulis dulu pernah melakukan kesalahan fatal. Seketika kami pun ditimbali oleh Kyai yang "lemah lembut" tersebut melalui perantara murid yang lain. "Kang, ditimbali Yi Leman" kata murid perantara yang sekaligus teman kami "kayane iki masalah kemari" lanjutnya. Kami yang ketakutan pun bertekad menemui beliau dengan harap-harap cemas. Namun, sesampai kami menghadap Kyai Sulaiman, tanpa wajah yang menandakan marah sedikit pun, beliau bahkan tersenyum melihat wajah kami yang sudah memerah ketakutan. Sambil memegang rokok dan meneliti-neliti raut muka kami beliau ngendikan "Le, tulong silahke korek nuk bakol pentol kae". Seketika, hati yang gelisah menjadi gembira. Iya, dugaan kami yang akan kena marah ternyata meleset, dan betapa leganya kami.
Saat kami kembali kehadapan beliau sambil ngaturake sebatang korek dengan hati yang lega, beliau pun mulai menyulut rokok yang berada diantara jemari beliau. Sambil menyuruh kami mengembalikan korek itu, sembari menghisap asap dari putung itu beliau mulai ke pokok permasalahan "Koe ojo sak penake a le, yo wis, ojo dibaleni".
Iya, beliau seperti begitu faham, kapan harus marah, kepada siapa harus marah, kapan menasehati, dan kapan tersenyum menyejukkan.
Alaika salam ya Syekh Nasrun.
Alaika salam ya Syekh Muhammad Ubaidah Nasrun.
Alaika salam ya Syekh Sulaiman Nasrun.
Restui kami mengamalkan semua nilai-nilai kehidupan, ma'na keikhlasan, dan keteladanan panjenengan sedanten.
Restui kami menjadi para khulafa' yang menebarkan rahmat kasih menyejukkan.
Restui kami sekedar bercerita tentang kearifan panjenengan sedanten. Agar tiap helai hikmah nafas kehidupan panjenengan sedanten menginspirasi kehidupan yang semakin hari semakin gersang, semakin mencekik, semakin besar tantangan dan persoalan yang harus di terjang.
Restu kami.
Pagerharjo, 25 Dzulqo'dah '38H
Disarikan dari acara Khotmil Qur'an Haul Al-Arif Billah Mbah Nasrun, Abah Ubaidah Nasrun, Kyai Sulaiman Nasrun. Dibumbui dengan pengalaman pribadi.
0 Response to "Alaika Salam, Mbah Nasrun"
Post a Comment